![]() |
Golkar Desak Pemerintah Perangi Narkoba, Bukan Memberikan Grasi |
JAKARTA, MEDIA CENTER –
6 FEBRUARI 2014 – Partai Golkar mendesak pemerintah untuk serius memerangi
kasus-kasus narkoba yang terjadi di Indonesia. Hal ini ditujukan untuk
mengkritisi sikap pemerintah yang tidak tegas terhadap para pelaku kasus
narkoba. Disisi lain, Badan Narkotika Nasional (BNN) yang ditugasi menjalankan
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan
dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba tahun 2011-2015, mencanangkan tahun 2014 sebagai tahun
penyelamatan pengguna narkoba yang diperkirakan kian tinggi dari tahun ke
tahun.
“Kami mendesak
pemerintah untuk serius memerangi kasus-kasus narkoba yang terjadi. Bukan malah
pelakunya diberikan grasi dari hukuman 20 tahun menjadi bebas,” ujar Anggota
DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya
, di Jakarta, Kamis (6/2/2014).
, di Jakarta, Kamis (6/2/2014).
Tantowi mengatakan,
seharusnya pemerintah serius dan berkomitmen kuat untuk memerangi dan
memberantas kasus-kasus narkoba yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
Apalagi, saat ini kasus narkoba semakin parah dengan bermunculannya narkoba
jenis-jenis baru. Selain itu, upaya penindakan yang dilakukan penegak hukum
terhadap pengguna narkoba tidak mampu memberantas narkoba. Karena itu,
keseriusan dan komitmen kuat pemerintah sangat diharapkan.
Darurat Narkoba
Mengutip dari BNN,
Tantowi mengungkapkan, saat ini Indonesia berada pada posisi keempat negara
dengan jumlah narkoba terbesar di dunia. Artinya, Indonesia kini masuk dalam
kategori darurat penyalahgunaan narkoba, dengan jumlah pecandu narkoba diatas
angka 4,9 juta jiwa pada tahun 2013. Angka ini meningkat dari 1,75% pada tahun
2005, menjadi 4,9% pada 2011. Dengan demikian, jumlah pengguna narkoba di
Indonesia meningkat 2,3%. Dan penggunanya yang berusia 10-20 tahun meningkat
sebanyak 2,5%.
Lebih jauh, kata
Tantowi, dalam Inpres Nomor 12 Tahun 2011 itu pada instruksi kedua poin (d),
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan pada Bidang
Pemberantasan untuk fokus pada upaya penyelidikan dan penyidikan, penuntutan,
dan peradilan jaringan sindikat narkoba baik dalam maupun luar negeri secara
sinergi.
“Namun faktanya berbeda
dengan realita di lapangan. SBY bukan saja tidak mendukung implementasi Inpres
itu, tetapi justru mempermalukan dan memperlemah fungsi serta tugas BNN dan
masyarakat dalam memberantas narkoba,” tegas Tantowi.
Tidak Tegas
Menurut dia, salah satu
bukti ketidaktegasan pemerintah memerangi narkoba terlihat dari pembebasan
narapidana asal Australia Schapelle Corby yang menyelundupkan 4,1 kilogram
mariyuana ke Indonesia. Padahal dari vonis final yang sudah ditetapkan
Pengadilan Negeri Denpasar dalam sidang 27 Mei 2005, Corby harus dipenjara
selama 20 tahun dan membayar denda Rp 100 juta.
“Sabtu (8/2/2014),
pemerintah membebaskan Corby. Ini kan jelas bertentangan dengan semangat
memberantas narkoba di Indonesia. Dan untuk menutupi kebijakan keliru itu,
pemerintah membebaskan Corby bersama dengan 1.699 narapidana lainnya, supaya
terlihat seolah-olah berlaku adil. Padahal, sama sekali tidak jelas dan
bertentangan pemberian grasi itu. Jadi Partai Golkar akan terus mempertanyakan
hal ini kepada pemerintah agar masyarakat tahu seberapa kuat komitmen
pemerintah,” ungkap dia.
Seperti diketahui,
Corby yang berasal dari Gold Coast, Queensland, ini divonis bersalah 20 tahun
penjara pada 2004 setelah terbukti menyelundupkan 4,2 kilogram mariyuana atau
ganja di Bali. Namun, Corby kemudian mendapat sejumlah remisi dan grasi 5 tahun
dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Amir Syamsudin mengisyaratkan pembebasan 1.700 tahanan termasuk Corby,
pada Sabtu 8 Februari 2014.
0 komentar:
Posting Komentar